Sunday, March 3, 2013

Sexualitas dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk


Saya baru membaca buku satu dari trilogi Ronggeng Dukuh Paruk. Buku ini menceritakan seorang perempuan, namanya Srintil, dari sebuah desa kecil di Jawa, kira-kira pada zaman kemerdekaan itu. Srintil wanita kenes dan suka menari secara erotis sejak di masih kecil. Ia tinggal di desa yang masih sangat bertradisi, dalam masyarakat kecil yang belum kenal hal "dosa". Desa-desa di sekitar Dukuh Paruk sudah lebih maju dibandingkannya. Menurut saya ini yang paling menarik adalah bagaimana orang biasa bisa menjadi korban politik karena peralihan dari masyarakat berabad lalu ke masyarakat modern.

Srintil yang tersebut adalah contohnya dalam novel ini. Ronggeng yang berabad lalu mendapat tempat cukup terhormat di Nusantara, kemudian terkikis "kehormatannya" dan bahkan menjadi bahan ledekan dan korban politik pada masa modern.

Seperti yang dibahas dalam sebuah artikel dalam majalah Bhinneka pada tanggal 8 Feb. 2012, judulnya "Ronggen Duku Paruk : Seksualitas & Penghayatan Sang Penari," di budidaya Asia Tenggarah yang tradisional, sebelum dipengaruhi Belanda, Islam, dan Konfusianisme, "perempuan AT memainkan peran aktif dan memiliki kedudukan yang kuat dalam bercumbu dan bermain cinta. Perans reproduktif mereka tampaknya memberi mereka kekuatan magis dan ritus sebagai lambang kesuburan masyarakat dan tanah AS yang agraris." (22)

Namun, sekitar abad ke-17 dan ke-18, timbul perubahan besar karena Belanda, Islam, dan Konfusianisme yang lebih berorientasi pada paki-laki, dan tidak memberi ruang pada sentralitas peran ritual perempuan. Akibatnya, posisi penting perempuan dalam masyarakat berkurang dan seksualitas mereka ditekan.

Dikatakan Kathleen Azali, yang menulis artikel tersebut, "Ronggeng merepresentasikan dualisme sakral/profan, feminitas perempuan suci/ pelacur. Di satu sisi ia melambangkan sisi magis, bahkan kesucian, tapi di sisi lain juga naluri berahi, nafsu." (23) Tetapi ronggeng dikaitan dengan aktivitas PKI dan seksualitas itu tidak mengesuai dengan wacana pemerintah jadi ronggeng yang dulu terhormat menjadi sebuah pekerjaan yang tidak terlegitimasi lagi. 

Dalam masyarakat pluralistis menurut pemerintah sangat penting untuk keamanan negaranya kalau orang percaya satu sama lain. Karena itu, sekualitas salah satu betuk kontrol pemerintah. Sekualitas menjadi masalah "moral". Malangnya, Indonesia sudah menhilang, atau melupakan keanekaragaman seksualitas yang luar biasa yang ada dalam sajarah mereka.
 



Monday, February 11, 2013

Dorothy Parker: Sastrawan berpengaruh abad ke-20


“I don't care what is written about me so long as it isn't true.”


Dorothy Parker, nama panggilannya Dot atau Dottie, lahir di Long Branch, New Jersey, Amerika Serikat, 22 Agustus 1893. Dottie merupakan salah satu novelis, penyair, kritikus, dan penulis naskah Amerika. Sebagai seorang jenaka dan mudah bergaul, Dottie terkenal karena gaya satirnya. Di bawah ini ada sebuah puisi Dorothy yang sangat perwakilan gayanya:

Bohemia


Authors and actors and artists and such
Never know nothing, and never know much.
Sculptors and singers and those of their kidney
Tell their affairs from Seattle to Sydney.
Playwrights and poets and such horses' necks
Start off from anywhere, end up at sex.
Diarists, critics, and similar roe
Never say nothing, and never say no.
People Who Do Things exceed my endurance;
God, for a man that solicits insurance!





Meskipun Parker adalah layak Yahudi, ayahnya Yahudi dan ibu tirinya seorang Protestan, ia menghadiri sebuah sekolah Katolik Roma waktu masih kecil. Karirnya melepas ketika dia sedang menulis kritik teater untuk Vanity Fair, yang ia mulai dilakukan di 1918 sebagai stand-in untuk seorang yang berlibur. Ia bertemu Robert Benchley, yang menjadi teman dekat, dan Robert E. Sherwood. Mereka bertiga mulai makan siang di Hotel Algonquin hampir setiap hari dan menjadi anggota pendiri Meja Bundar Algonquin. The Round Table terhitung di antara anggotanya kolumnis surat kabar Franklin Pierce Adams dan Alexander Woollcott. Melalui pencetakan ulang-komentar mereka makan siang dan ayat-ayat pendek, khususnya di kolom Adams '"Menara menipu," Dorothy mulai mengembangkan reputasi nasional sebagai kecerdasan. Salah satu komentar yang paling terkenal dibuat ketika kelompok diberitahu bahwa mantan Presiden Calvin Coolidge telah meninggal, Parker mengatakan, "Bagaimana mereka bisa tahu?"

 Anggota Algonqin Round Table. Perempuan dalam foto ini adalah Dottie.

Waktu The New Yorker, dibangun, Dorothy menerbitkan puisi dalamnya. Segera dia menjadi terkenal karena puisi pendek yang kejam lucu. Banyak dari puisi itu mengenai  urusan romantis dia, sebagian besar tidak berhasil, yang menggelikan dan mempertimbangkan daya tarik bunuh diri secara murung.

Contoh:

"Résumé
Razors pain you,
Rivers are damp,
Acids stain you,
And drugs cause cramp.
Guns aren't lawful,
Nooses give,
Gas smells awful.
You might as well live.”

Dorothy sangat berpengaruh dalam tulisan sataris dan humoris di AS. Dia  meninggal di New York, New York, Amerika Serikat, 7 Juni 1967 pada umur 73 tahun.

Kalau ada yang tertarik pada tulisan Dorothy Parker, disarankan membeli sebuah buku judulnya The Portable Dorothy Parker:


Sebuah puisi Dorothy Parker yang kesukaan saya ada berikutnya:


The Passionate Freudian to His Love

 


Only name the day, and we'll fly away
 In the face of old traditions,
To a sheltered spot, by the world forgot,
 Where we'll park our inhibitions.
Come and gaze in eyes where the lovelight lies
 As it psychoanalyzes,
And when once you glean what your fantasies mean
 Life will hold no more surprises.
When you've told your love what you're thinking of
 Things will be much more informal;
Through a sunlit land we'll go hand-in-hand,
 Drifting gently back to normal.

While the pale moon gleams, we will dream sweet dreams,
 And I'll win your admiration,
For it's only fair to admit I'm there
 With a mean interpretation.
In the sunrise glow we will whisper low
 Of the scenes our dreams have painted,
And when you're advised what they symbolized
 We'll begin to feel acquainted.
So we'll gaily float in a slumber boat
 Where subconscious waves dash wildly;
In the stars' soft light, we will say good-night—
 And “good-night!” will put it mildly.

Our desires shall be from repressions free—
 As it's only right to treat them.
To your ego's whims I will sing sweet hymns,
 And ad libido repeat them.
With your hand in mine, idly we'll recline
 Amid bowers of neuroses,
While the sun seeks rest in the great red west
 We will sit and match psychoses.
So come dwell a while on that distant isle
 In the brilliant tropic weather;
Where a Freud in need is a Freud indeed,
 We'll always be Jung together.





Sunday, February 3, 2013

Merah Putih: Sebuah film kebangsaan Indonesia

Meski mungkin tampak bahwa nasionalisme berkurang di beberapa bagian dunia, nasionalisme tampaknya menjadi hidup dan kuat di Indonesia dan bisa di lihat dalam film Merah-Putih yang direlis pada tanggal 13 Augustus 2009.



Merah-Putih yang disutradarai oleh Yadi Sugandi merupakan bagian pertama dari rangkaian film "Trilogi Merdeka" yang merupakan trilogi film perjuangan pertama di Indonesia.

Film ini diceritakan pada 1947 dan dimulai dengan sebuah keluarga petani pada satu pagi yang tampaknya biasa. Tiba-tiba tentara Belanda datang ke rumahnya dan membunuh semua dari keluarga itu, termasuk anak-anaknya. Hanya Thomas (Doni Alamsyah) dari keluarga yang berasal dari Manado itu yang bertahan hidup. Dia seorang penganut Kristen dan dia memiliki watak emosional dan pembalas dendam karena punya pengalaman buruk tentang keluaraganya yang dibunuh oleh tentara Belanda di Sulawesi.



Thomas ada satu dari lima pemuda yang dikisahkan dalam film ini. Lima pemuda ini dari latar belakang yang berbeda. Selain dari Thomas ada Amir (Lukman Sardi), seorang pemeluk Islam berasal Jawa Tengah. Dulu dia bekerja sebagai guru. Sementara itu, Daya (T. Rifnu Wikana) merupakan seorang pemeluk Hindu berasal Bali. Ternyata, dia tangkas membunuh orang pakai pisau. Lalu ada Marius (Darius Sinathrya), seorang betawi dan anak priyayi. Marius berteman dengan Soerono (Zumi Zola) yang terkenal dari kalangan keluarga yang kaya.

Kelima pemuda ini mendaftarkan diri ke sekolah tentara rakyat. Mirip sejarah besar Indonesia, lima orang ini miliki latar belakang perbedaan yaitu budaya, suku, tingkat sosial hingga agama. Sementara perbedaan yang tersebut menimbulkan konflik internal di tengah masa pendidikannya, saat Belanda melakukan serangan terhadap tempat sekolah tentara rakyat Indonesia tersebut, lima pemuda ini hilangan perbedaan dan mejadi satu berjuang kemerdekaan Indonesia.

Film ini cukup bagus menceritakan sejarah Indonesia saat agresi militer Belanda oleh Jenderal Van Mook setelah Perang Dunia II. Aktingnya, efek-efeknya, dan adegan aski biasa saja. Beberapa adegan agak sensasionil dan ceritanya klise, mengingatkan saya film-film Amerika tentang perang.

 Saya nonton copy film yang kurang berkualitas, agak gelap dan suaranya susah didengar. Kalau orang asing nonton film ini lebih bagus kalau dapat copy film yang asli dibandingkan yang streaming online.

Saya dengar dari teman bahwa film ini bagus, tapi agak kecewakan saya. 

Tuesday, January 29, 2013

Tulisan

Salah satu minat saya adalah menulis. Musim panas ini saya menerjamahkan beberapa tulisan saya dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Di bahwa ini ada sebuah puisi saya, judulnya Terteguk. Saya menulis puisi ini pada saat saya tinggal di Malang. Silakan berkomentar!


TERTEGUK
Hari ini aku hancur tanpa belaskasihan.
Hari ini aku angkat gelas ini
Dan minum cairan murni yang penuhimu, demijohn sang penghibur.

Bersama, kau dan aku ungkapkan yang terselubung
Dalam kesuraman ini supaya besok
Kita masing-masing mampu meneruskan perjalanan kita.

Diri kosongmu yang dulu, tunggu
Akan dikumpulan dan dijual oleh seorang wanita yang
bertahan hidup di kolong jembatan itu.

Kulitku ku gosok,
Rambutku ku sisir, dan
Kainku ku atur rapi disana-sini tunjuk bentukku.

Kita masing-masing mainkan peran kita
Tanpa keraguan, tanpa bantahan, sama sekali tanpa semangat.
Kau sabar saja dalam plastik hitam itu, dibawa kesana-sini.

Sementara saya tuliskan dengan jiwa raga.
Dalam kita masing-masing ada kedambaan.
Dan setelah semua, Besok, saatnya kan tiba.

Bisakah kau ampuni aku atas kedekatan ini?

Saturday, January 26, 2013

Perkenalan dulu

Halo semua pembaca dan selamat datang di blog saya!

Nama saya Madi dan saya seorang mahasiswa S2 di Universitas Wisconsin-Madison. Saya mau lulus semester ini pada bulan Mei. Dulu, pada tahun 2009-2010 saya tinggal di Indonesia. Selama enam bulan saya tinggal di Yogyakarta di kos mbak Devi di jalan Kaliurang, gang Jeruk nomor 3.






Selama saya tinggal di Yogya, saya belajar di Universitas Gadjah Mada. Di sana saya belajar bahasa Indonesia dan ambil beberapa kelas tentang pertanian di Indonesia. Waktu di Yogya saya menemani beberapa teman yang baik sekali. Di bawah ini ada foto-foto mereka.

 Ini James dari Adelaide.
 Ini Tika, teman Kosku.
 Ini Tom, dari Inggris. Foto ini diambil di candi Plaosan. Kami naik sepeda dari Yogya sampai sini.

Dan ini Agus, teman dari Boyolali. Dia pintar sekali. Dia bisa berbahasa lima bahasa! Malam ini dia menulis sebuah lagu namanya Salty Chicken. :-)


Pada bulan January saya pindah kota ke Malang di mana saya membuat sebuah penelitian tentang sistem intensifkasi padi di Jawa Timur. Selama tinggal di Malang saya ada kontrakan dengan dua teman saya, Tom yang tersebut di atas, dan Lisa dari Australia. Rumah kami sangat asyik dan kami bisa buat pesta dengan banyak teman-teman Indonesia. Di bahwa ini ada sebuah foto dari sebuah pesta untuk ulang tahun Lisa.



Ini foto dari pertunjukan Durga/Umayi yang kami melakukan di rumah kami di Malang. Pemain berbaju hitam namanya Murty, teman dekat saya dari Pandaan.

Saya memang merindukan Indonesia dan semua teman dari waktu saya di sana.